Perang Banjar merupakan salah satu konflik bersenjata yang terjadi di Kalimantan Selatan pada abad ke-19. Konflik ini melibatkan Kesultanan Banjar melawan penjajah Belanda dan menjadi bagian dari perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme. Perang ini tidak hanya penting dalam konteks sejarah lokal tetapi juga memiliki kaitan dengan peristiwa sejarah lainnya di Indonesia dan dunia.
Seperti halnya Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, Perang Banjar juga mencerminkan resistensi terhadap penjajahan. Kedua perang ini menunjukkan bagaimana rakyat Indonesia berjuang untuk mempertahankan kedaulatan dan identitas mereka. Selain itu, Pertempuran Surabaya pada tahun 1945 juga menjadi contoh lain dari perlawanan heroik rakyat Indonesia.
Di tingkat global, Perang Banjar dapat dibandingkan dengan Perang Dingin yang terjadi setelah Perang Dunia II, meskipun dalam konteks dan skala yang berbeda. Keduanya menunjukkan bagaimana konflik dapat mempengaruhi dinamika politik dan sosial di tingkat lokal maupun internasional.
Perang Banjar juga memiliki kesamaan dengan Perang Puputan di Bali, di mana rakyat setempat memilih untuk berjuang sampai titik darah penghabisan melawan penjajah. Semangat perjuangan ini mencerminkan nilai-nilai Pancasila, terutama sila ketiga, 'Persatuan Indonesia', yang menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menghadapi tantangan.
Artikel ini tidak hanya membahas Perang Banjar tetapi juga menghubungkannya dengan peristiwa sejarah lainnya, seperti Perang 100 Tahun, Perang Reconquista, Perang Pattimura, dan Konflik di Papua, untuk memberikan perspektif yang lebih luas tentang perlawanan terhadap penjajahan dan kolonialisme di berbagai belahan dunia.