Perang Puputan di Bali merupakan salah satu episode heroik dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda. Perang ini terjadi pada awal abad ke-20, tepatnya pada tahun 1906 dan 1908, di Kerajaan Badung dan Klungkung. Puputan sendiri berarti 'perang sampai titik darah penghabisan', mencerminkan semangat rakyat Bali yang lebih memilih mati daripada menyerah kepada penjajah.
Latar belakang Perang Puputan tidak lepas dari kebijakan politik etis Belanda yang sebenarnya bertujuan untuk memodernisasi Hindia Belanda, tetapi dalam praktiknya justru menimbulkan banyak perlawanan. Salah satunya adalah di Bali, di mana rakyat dan kerajaan menolak intervensi Belanda dalam urusan internal mereka. Perlawanan ini mencapai puncaknya dalam Perang Puputan Badung dan Klungkung, di mana raja dan rakyatnya memilih untuk bertempur hingga akhir.
Perang Puputan di Bali juga memiliki kaitan erat dengan lahirnya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Semangat perjuangan dan pengorbanan rakyat Bali dalam perang ini mencerminkan nilai-nilai Pancasila, terutama sila ketiga, 'Persatuan Indonesia'. Peristiwa ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan penjajah adalah perjuangan bersama seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang suku, agama, atau ras.
Selain itu, Perang Puputan di Bali juga dapat dibandingkan dengan perjuangan heroik lainnya dalam sejarah Indonesia, seperti Perang Diponegoro, Pertempuran Surabaya, dan Perang Pattimura. Semua peristiwa ini menunjukkan bahwa semangat perjuangan dan pengorbanan untuk kemerdekaan adalah nilai yang universal di seluruh Indonesia.
Dalam konteks global, Perang Puputan di Bali juga menarik untuk dibandingkan dengan peristiwa seperti Perang Dingin atau Perang Reconquista, yang menunjukkan bagaimana perjuangan melawan penjajahan atau dominasi asing adalah tema yang berulang dalam sejarah dunia.
Perang Puputan di Bali tidak hanya menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia tetapi juga menginspirasi generasi berikutnya untuk terus mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara. Semangat Puputan, yang berarti berjuang hingga akhir, tetap relevan hingga saat ini sebagai contoh keteguhan dan keberanian dalam menghadapi tantangan.